MENGGAPAI AWAN 3726 MDPL (Part 3)
Sore menjelang malam, cuaca dingin semakin menusuk hingga
tulang dan memaksa kami harus memakai jaket, kaos kaki bahkan
kaos tangan yang serba tebal, agar udara dingin di kawasan Palawangan sembalun tidak terlalu kami rasakan.
Hingga sahutan Porter kami memanggil untuk menyantap makan malam dengan menu nasi
goreng yang di racik oleh Diko Alvika. Kemudian mas Tan bergegas
mengambil air di bawah bukit yang memang persedian air kami hampir habis. Kami
menikmati makan malam bersama di dalam tenda, makan nasi goreng sosis disertai
canda tawa dari sahabat-sahabat saya membuat gairah dan semangat untuk subuh nanti
bisa berpijak di ketinggian 3726 mdpl dengan sebutan puncak Rinjani. Tak lama
kemudian setelah kami makan malam bersama, Porter kami bernama mas Tan datang dan
kami pun mengajaknya untuk makan didalam tenda bersama kami dan merasakan
hangatnya canda tawa bersama. Memang dimalam sebelumnya mas Tan tidak tidur
di tenda bersama kami, ia tidur bersama sahabatnya yang berprofesi sebagai
Porter juga, ia hanya tidur di bawah terpal yang diikatkan dengan tongkat
menyerupai segitiga tanpa ada pintu dan beralaskan Sleeping Bag yang rusak.
Setelah mas Tan selesai makan, sahabat saya Lintar Alam juga
selesai membuat minuman hangat berupa Susu Jahe, yah mantap sekali malam ini yang
begitu riang dan penuh dengan canda tawa pembawa semangat kami nantinya menuju
3726 mdpl. Kami pun tidak segan-segan bertanya dengan mas Tan bagaimana
kehidupannya sebagai porter. Mas tan baru sekitar empat bulan menjadi Porter,
ia juga biasanya membawa tamu dari mancanegara walaupun pengalamannya baru,
tetapi ia sudah cukup cerdas dalam penyajian makanan dan bahasa asing ketiga
berkomunikasi dengan tamu mancanegara. Mas Tan berusia tiga puluh tahun dan
baru juga menikah. Sebelum ia
menjadi Porter ia hanya buruh tani strawbery, bawang merah, bawang putih dll. Tetapi
ia berusaha untuk mendapatkan penghasilan lebih makanya ia memutuskan sebagai
Porter karena bayarannya lumayan besar dan cukup mengangkat beban yang dipikulnya dengan
sebatang bambu. Berat dari pikulannya berkisar dari dua puluh hingga tiga puluh
kilogram. Mas Tan pun banyak bercanda gurau dengan kami dengan mendengarkan
cerita dari sahabat saya Diko Alvika yang membuat tertawa kami
terpingkal-pingkal.
Jam tangan saya menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh
lima menit, itu berarti kami harus istirahat dan bangun jam setengah dua belas
malam untuk mempersiapkan diri menuju ketinggian 3726 mdpl dengan trak pasir
berbatu yang menenggelamkan kaki kami sama halnya dengan track di gunung semeru
dahulu. Kami bersiap untuk tidur sejenak dan memang suasana di palawangan
sembalun sangat hening karena dingin dan para pendaki mempersiapkan diri juga
untuk mendaki subuh nanti. Terkecuali para porter masih ada saja yang bermain kartu
di dalam tenda terpalnya yang di terangi oleh pelita terbuat dari botol dan
minyak. Entah kenapa mata saya tidak dapat terpejam seperti halnya sahabat
saya Dedy yang telah nyenyak tertidur
hingga mengeluarkan suara dengkurannya. Oya kami mempunyai dua tenda berukuran
cukup luas. Saya bersama Dedy dan Lintar disatu tenda sedangkan Diko, Catur dan
mas Tan di tenda lainnya.
Waktu Alarm saya berbunyi menunjukkan pukul sebelas lewat
tiga puluh menit itu menandakan kami harus bangun dan beriap untuk mencapai
ketinggian 3726 mdpl. Seraya kami bergegas dan memperispkan makanan ringan, minuman,
bendera, spanduk bahkan alat medis agar kami bisa sampai dengan selamat
nantinya di puncak 3726 mdpl. Sebalum kami berangkat kami tak lupa berdoa
kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dan semangat juang dalam melangkah
melewati jalur pasir berbatu dengan langkah pasti. Kami berangkat tepat pukul
dua belas lewat tiga puluh menit, itu pula kami team yang pertama menjajaki
jalur pasir berbatu kemudian team dari Indos*t Adventure di belakang kami
berkisar lima belas menit kemudian.
Langkah demi langkah kami lewati dengan penuh semangat dan
bertahan dengan dinginnya subuh itu beserta mengatur napas kami yang semakin
lama semakin susah bernapas. Karena persedian Oksigen di perjalanan sangatlah
berat kami hirup dan hidung kami mulai merah dan mengelaurkan cairan hingga
meler. Menurut informasi pendaki dan porter waktu yang ideal untuk melewati
jalur pasir berbatu itu sekitar empat jam. Yah itu waktu untuk para pendaki
asing dan porter yang memang mempunyai kekuatan fisik yang kuat dan langkah
yang cepat.
Selama pendakian kami lewati banyak sekali tumbuhan bunga
Edelweis atau bunga abadi. Selama perjalanan juga kami melihat keindahan kota
mataram begitu indah dengan lampunya yang menawan dan berbaris bukit, gunung,
lautan beserta bulan sabit yang selalu tersenyum melihat langkah kami yang
penuh dengan harapan bisa menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl. Tak terasa
telah dua jam kami berjalan dengan jalur yang begitu menanjak melebihi jalur di
bukit penyesalan. Yah nama jalur ini adalah bukit penyiksaan dimana banyak para
pendaki mengatakannya, tetapi bukan kami yang punya begitu besar harapan dan
semangat untuk menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl. Apapun kami akan
melewatinya dengan tenang, sabar dan Semangat untuk sebuah keindahan yang
tersembunyi yang hanya dapat di tatap dengan mata telanjang di atas ketinggian
3726 mdpl. Team posisi kami mulai dari depan Diko Alvika, Lintar Alam, Catur,
saya dan Dedy yang berada di belakang. Langkah demi langkah pasti kami ayunkan
untuk mencapai puncak. Namun telah ada beberapa Porter dan pendaki asing yang
begitu cepat bahkan berlari mengarungi track pasir berbatu itu, sunggung luar
biasa memang tenaga dan kecepatannya. Saya pun mencoba mengikutinya tetapi
apalah daya tenaga dan langkah yang begitu kecil saya tak dapat saya imbangi.
Jam tangan saya udah menunjukkan skitar jam lima subuh, suara
Adzan subuh mulai terdengar dengan merdunya itu juga yang menjadi motivasi saya
untuk terus melangkah pasti melewati jalur/bukit penyiksaan ini. Seorang porter
menghampiri saya dan memotivasi saya, ayo sudah dekat puncaknya, tinggal satu
jam lagi dengan langkah santai pasti bisa nak. Memang tiga ayunan langkah dan
satu langkah terperosot kebawah karena pasir dan bebatuan itu. Jalurnya pun
tidak terlalu lebar skitar dua setengah meter saja, dan kanan kiri kita adalah jurang
yang terjal, kalau tidak konsentrasi dan seimbang bisa jatuh ke dalam jurang. Dan
lagi cuaca dingin begitu dekat hingga ke sela-sela jari membuat keputusan harus
tetap bergerak agak mendapatkan keringat aagr hangat di seluruh tubuh. Sahabat
saya Diko, Lintar dan Catur telah jauh meninggalkan saya dan Dedy dibelakang,
tetapi itu tidak menyurutkan kami untuk berhenti dan turun kembali ke
palawangan sembalun sebelum menginjakkan kaki kami di puncak 3726 mdpl.
Sahabat saya pun Dedy terus memotivasi dirinya sendiri agar
bisa terus melangkah pasti hingga 3726 mdpl. Tak terasa waktu telah menunjukkan
pukul lima lewat lima puluh lima menit saya pun berhasil mencapai puncak diketinggian
3726 mdpl. Dengan haru dan sedikit meneteskan air mata, bahwa saya berhasil
mencapai dan menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl. Alhamdulillah teriak ku
dalam hati begitu bahagianya dan haru duka bisa sejauh ini.
Sahabat-sahabat saya telah lama sampai di Puncak menunggu
saya dan dedy tiba, bersama-sama mulai mengambil foto yang sangat
bersejarah ini. Tepat pada pukul enam lewat sepuluh kami berlima bersama-sama
menuju bendera Indonesia dan Prasasti yang bertulis kan Top/Puncak Rinjani 3726
Mdpl. Kami memasang bendera Organisasi kami yang berwarna kuning yang
bertuliskan Keluarga Pelajar Mahasiswa Balikpapan (KPMB) Makassar. Dengan senyum
ceria kami mulai mengambil foto bersama.
Di puncak Rinjani memang tempatnya sangat sempit sehingga
banyak para pendaki harus bergantian berfoto dengan bendera Indonesia dan
prasasti Puncak Rinjani 3726 Mdpl. Para pendaki dari luar negeri begitu banyak
memadati puncak ditambah lagi pendaki dari berbagai daerah di Indonesia. Jadi benar-benar
ramai dan sesak puncak Rinjani saat itu. Tak lama kemudian kami telah puas
mengambil foto-foto dari puncak Rinjani kami pun bergegas turun ke palawangan
sembalun. Sebelum kami turun kami juga bertemu dengan pak Asep yang mendampingi
Indos*t Adventure juga menyibukkan dirinya mengambil moment-moment indah nan
penting hingga sujud syukur ketika berada di puncak Rinjani.
Suasana di Pucak Rinjani yang sesak dan dipenuhi oleh Pendaki mancanegara dan pendaki Indonesia
Ketika memulai menuruni bukit penyiksaan engkel kaki kiri saya
mulai terasa sakit, ketika digerakkan sangatlah perih, jadi saya harus berusaha
menahannya dengan menggunakan kaki kanan sebagai tumpuan ketika menuruni bukit
penyiksaan yang berpasir bebatuan. Sahabat-sahabat saya Diko, Dedy dan Lintar
telah cepat dan jauh didepan meninggalkan saya dan Catur yang memang sepupu
saya. Catur memang menjaga saya di belakang agar saya bisa berjalan dengan
santai dan aman. Sembari dibelakang dari sahabat-sahabat saya saya dan catur
juga mengambil foto-foto yang saya anggap itu mempunyai pesona keindahan dari
puncak Rinjani. Begitu mempesonanya danau segara anak dan gunung baru
dilindungi oleh awan-awan yang bergantian menutupi puncak gunung baru. Saya benar-benar
takjub dan kaget bagaimana awan-awan itu bergantian berjalan dengan sekema
berputar mengelilingi gunung baru itu.
Kaki kiri saya semakin perih dan menyiksa ketika berjalan. Seakan
ingin selalu berhenti dan duduk sebentar untuk menahan rasa perih di area lutut
saya ini. Tetapi kawan-kawan saya telah menunggu di balik batu yang besar untuk
bersama-sama berjalan menuruni bukit penyiksaan yang panjang itu. Kami berhenti
sejenak dan berfoto bersama dengan background danau segara anak dan gunung
baru. Hanya kata Luar Biasa yang dapat kami ucapkan ketika itu.
Saya sampai di palawangan sembalun sekitar pukul sepuluh
lewat tiga puluh menit pagi, sahabat-sahabat saya tiba lebih cepat setengah jam
dari saya dan catur. Kami pun sarapan dan melepaskan lelah dahulu kemudian
bergegas membereskan perlengkapan untuk turun ke desa Sembalun. Awalnya kami
berencana untuk turun ke danau segara anak dan mengakhiri perjalanan di desa
Senaru. Tetapi persediaan makanan kami tidak cukup dan lagi kondisi kaki kiri
saya sudah tidak kuat lagi mengarungi jalur menanjak. Maka kami putuskan untuk
turun kembali melewati jalur Sembalun. Karena jalurnya menurun terus sehingga
tidak terlalu banyak membutuhkan waktu banyak. Kami tinggalkan palawangan
sembalun pukul sebelas siang, dan rencananya kami makan siang di Pos III
sembalun.
Berpose setelah dari ketinggian 3726 mdpl.
Mas Tan atau yg sering kami sebut Andika.
Baru menurunin beberapa bukit kaki kiri saya mulai terasa
sakitnya, dan kemudian sahabat saya Lintar Alam berinisiatif membantu untuk
membawakan tas Carrel yang sama bawa, jadi sahabat saya lintar membawa double
carrel yang memang kekuatannya telah kembali dibandingkan semalam. Saya pun
berjalan dengan bantuan tongkat disebalah kiri saya dan ditemanai sahabat saya
Dedy. Pos III extra kali lewati, kami singgah untuk bercerita dengan porter
yang juga sedang istirahat, begitu banyak pengalaman dan suka duka dari para
porter yang berbagi pada kami. Mulai dari pendaki yang tesesat hingga berbagi social
media dan nomor telepon untuk dipromosikan ketika ada teman atau rekan yang
ingin menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl bisa menghubungi porter tersebut.
Menurunin bukit penyesalan dan menuju desa sembalun.
Sesampainya di Pos III kami menyiapkan makan siang terakhir
dari ransum yang kami bawa kemarin. Makanan sisa Pop Mie, Kornet sapi dan mie Laf*nte
dan bumbunnya. Air pun mulai habis, tetapi Porter kami dengan semangat mengambil
persedian air di bawah bukit Pos III. Kami menyantap bersama dan sedikit
bercerita tentang perjalanan kami yang kami tidak sangka bisa melalui berbagai
rintangan yang diberikan oleh jalur Rinjani. Tak lama kemudia kami melanjutkan
menuju Pos II dimana disana ada warga yang berjualan Mie Siram, Pop Mie bahkan
Kopi, teh hangat dan minuman berenergi. Walaupun harganya lumayan tinggi
dibandingkan di Kota. Memang itulah keuntungan dari ibu yang berjualan di Pos
II. Kami pun singgah untuk mencicipi teh hangat dan sembari mengambil nafas
karna kelelahan menuruni bukit penyesalan tadi.
Ternyata sahabat-sahabat saya pun banyak cidera di bagian
paha, lutut dan jari kakinya yang lecet karena menuruni bukit penyesalan tadi. Tapi
tidak lama lagi kami akan sampai di Pos I dan desa Sembalun. Kami meninggalkan
Pos II sekitar pukul empat lewat tiga puluh menit, sore itu memang banyak para
pendaki yang memutuskan untuk membuka tenda di Pos II dan Pos III. Karna memang
disarankan untuk melewati bukit penyesalan haruslah pagi atau siang hari agar
tenaga kembali semangat.
Sepanjang perjalanan tadi tak heran para pendaki dengan wajah
yang cerah dan bersemangat untuk menuju puncak rinjani dengan penuh percaya
diri. Bahwa saja jalur yang sesungguhnya adalah jalur bukit penyesalan. Kami pun
tiba di Pos I, beristirahat sejenak dan mengambil nafas kembali, tetapi cuaca
semakin gelap dan lagi Porter kami telah lama menunggu kami di persimpangan
agar kami tidak menuju jalur lain dimana biasanya pendaki melewatinya, kami
melewati jalur dimanan kami harus ke rumah bapak Juhari yang memang ada jalur
terpisah dari jalur biasanya.
Oya Insirator untuk biaya penginapan di desa Sembalun
bervariasi mulai dari Rp. 150.000,- sampai Rp. 300.000,- permalam, tetapi di
rumah bapak Juhari kami meberikan biaya nginap kami dan makan kepada bpk Juhari
sebesar Rp. 250.000,- permalam dengan kamar yang luas dan dua kasur besar
beserta satu kamar mandi. Bahkan diberikan Informasi bagaimana cara menaklukkan
jalur di Rinjani. Sangat bermanfaat bagi kami.
Alhamdulillah kami sampai di Desa Sembalun, dirumah bapak
Juhari tepat pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit, ,malam itu
sahabat-sahabat saja begitu sampai bercerita sedikit dengan pak Juhari
bagaiaman perjalanan yang kami lalui. Kemudian istri dari bpk Juhari menyiapkan
makan malam untuk kami. Sekali lagi sangat sederhana tetapi sangat istimewa
bagi kami karena begitu laparnya kami hingga melahap semua makanan yang di
sajijkan. Tak begitu lama, sahabat-sahabat saja mandi atau bilas-bilas diri dan
cuci muka, kami semua mulai terlelap dalam mimpi kami masing-masing. Sehingga tidak
sanggup lagi berbincang dengan tuan rumah, bpk Juhari.
Kami akhiri perjalanan kami Menggapai awan di ketinggian 3726
mdpl di puncak Rinjani dengan suka cita dan Semangat agar menjadi suatu
motivasi bagi Inspirator bahwa segala sesuatu yang di awali dengan niat, usaha
agar bisa terwujud juga harus disertai Doa dan Semangat.
--- Perjalanan kami menuju Pulau Gili Trawangan ----