3 June 2014

MENGGAPAI AWAN 3726 MDPL (Part 3)

MENGGAPAI AWAN 3726 MDPL (Part 3)





Sore menjelang malam, cuaca dingin semakin menusuk hingga tulang dan memaksa kami harus memakai jaket, kaos kaki bahkan kaos tangan yang serba tebal, agar udara dingin di kawasan Palawangan sembalun tidak terlalu kami rasakan. Hingga sahutan Porter kami memanggil untuk menyantap makan malam dengan menu nasi goreng yang di racik oleh Diko Alvika. Kemudian mas Tan bergegas mengambil air di bawah bukit yang memang persedian air kami hampir habis. Kami menikmati makan malam bersama di dalam tenda, makan nasi goreng sosis disertai canda tawa dari sahabat-sahabat saya membuat gairah dan semangat untuk subuh nanti bisa berpijak di ketinggian 3726 mdpl dengan sebutan puncak Rinjani. Tak lama kemudian setelah kami makan malam bersama, Porter kami bernama mas Tan datang dan kami pun mengajaknya untuk makan didalam tenda bersama kami dan merasakan hangatnya canda tawa bersama. Memang dimalam sebelumnya mas Tan tidak tidur di tenda bersama kami, ia tidur bersama sahabatnya yang berprofesi sebagai Porter juga, ia hanya tidur di bawah terpal yang diikatkan dengan tongkat menyerupai segitiga tanpa ada pintu dan beralaskan Sleeping Bag yang rusak.
Setelah mas Tan selesai makan, sahabat saya Lintar Alam juga selesai membuat minuman hangat berupa Susu Jahe, yah mantap sekali malam ini yang begitu riang dan penuh dengan canda tawa pembawa semangat kami nantinya menuju 3726 mdpl. Kami pun tidak segan-segan bertanya dengan mas Tan bagaimana kehidupannya sebagai porter. Mas tan baru sekitar empat bulan menjadi Porter, ia juga biasanya membawa tamu dari mancanegara walaupun pengalamannya baru, tetapi ia sudah cukup cerdas dalam penyajian makanan dan bahasa asing ketiga berkomunikasi dengan tamu mancanegara. Mas Tan berusia tiga puluh tahun dan baru juga menikah. Sebelum ia menjadi Porter ia hanya buruh tani strawbery, bawang merah, bawang putih dll. Tetapi ia berusaha untuk mendapatkan penghasilan lebih makanya ia memutuskan sebagai Porter karena bayarannya lumayan besar dan cukup mengangkat beban yang dipikulnya dengan sebatang bambu. Berat dari pikulannya berkisar dari dua puluh hingga tiga puluh kilogram. Mas Tan pun banyak bercanda gurau dengan kami dengan mendengarkan cerita dari sahabat saya Diko Alvika yang membuat tertawa kami terpingkal-pingkal.
Jam tangan saya menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit, itu berarti kami harus istirahat dan bangun jam setengah dua belas malam untuk mempersiapkan diri menuju ketinggian 3726 mdpl dengan trak pasir berbatu yang menenggelamkan kaki kami sama halnya dengan track di gunung semeru dahulu. Kami bersiap untuk tidur sejenak dan memang suasana di palawangan sembalun sangat hening karena dingin dan para pendaki mempersiapkan diri juga untuk mendaki subuh nanti. Terkecuali para porter masih ada saja yang bermain kartu di dalam tenda terpalnya yang di terangi oleh pelita terbuat dari botol dan minyak. Entah kenapa mata saya tidak dapat terpejam seperti halnya sahabat saya  Dedy yang telah nyenyak tertidur hingga mengeluarkan suara dengkurannya. Oya kami mempunyai dua tenda berukuran cukup luas. Saya bersama Dedy dan Lintar disatu tenda sedangkan Diko, Catur dan mas Tan di tenda lainnya.
Waktu Alarm saya berbunyi menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh menit itu menandakan kami harus bangun dan beriap untuk mencapai ketinggian 3726 mdpl. Seraya kami bergegas dan memperispkan makanan ringan, minuman, bendera, spanduk bahkan alat medis agar kami bisa sampai dengan selamat nantinya di puncak 3726 mdpl. Sebalum kami berangkat kami tak lupa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dan semangat juang dalam melangkah melewati jalur pasir berbatu dengan langkah pasti. Kami berangkat tepat pukul dua belas lewat tiga puluh menit, itu pula kami team yang pertama menjajaki jalur pasir berbatu kemudian team dari Indos*t Adventure di belakang kami berkisar lima belas menit kemudian.
Langkah demi langkah kami lewati dengan penuh semangat dan bertahan dengan dinginnya subuh itu beserta mengatur napas kami yang semakin lama semakin susah bernapas. Karena persedian Oksigen di perjalanan sangatlah berat kami hirup dan hidung kami mulai merah dan mengelaurkan cairan hingga meler. Menurut informasi pendaki dan porter waktu yang ideal untuk melewati jalur pasir berbatu itu sekitar empat jam. Yah itu waktu untuk para pendaki asing dan porter yang memang mempunyai kekuatan fisik yang kuat dan langkah yang cepat.
Selama pendakian kami lewati banyak sekali tumbuhan bunga Edelweis atau bunga abadi. Selama perjalanan juga kami melihat keindahan kota mataram begitu indah dengan lampunya yang menawan dan berbaris bukit, gunung, lautan beserta bulan sabit yang selalu tersenyum melihat langkah kami yang penuh dengan harapan bisa menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl. Tak terasa telah dua jam kami berjalan dengan jalur yang begitu menanjak melebihi jalur di bukit penyesalan. Yah nama jalur ini adalah bukit penyiksaan dimana banyak para pendaki mengatakannya, tetapi bukan kami yang punya begitu besar harapan dan semangat untuk menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl. Apapun kami akan melewatinya dengan tenang, sabar dan Semangat untuk sebuah keindahan yang tersembunyi yang hanya dapat di tatap dengan mata telanjang di atas ketinggian 3726 mdpl. Team posisi kami mulai dari depan Diko Alvika, Lintar Alam, Catur, saya dan Dedy yang berada di belakang. Langkah demi langkah pasti kami ayunkan untuk mencapai puncak. Namun telah ada beberapa Porter dan pendaki asing yang begitu cepat bahkan berlari mengarungi track pasir berbatu itu, sunggung luar biasa memang tenaga dan kecepatannya. Saya pun mencoba mengikutinya tetapi apalah daya tenaga dan langkah yang begitu kecil saya tak dapat saya imbangi.
Jam tangan saya udah menunjukkan skitar jam lima subuh, suara Adzan subuh mulai terdengar dengan merdunya itu juga yang menjadi motivasi saya untuk terus melangkah pasti melewati jalur/bukit penyiksaan ini. Seorang porter menghampiri saya dan memotivasi saya, ayo sudah dekat puncaknya, tinggal satu jam lagi dengan langkah santai pasti bisa nak. Memang tiga ayunan langkah dan satu langkah terperosot kebawah karena pasir dan bebatuan itu. Jalurnya pun tidak terlalu lebar skitar dua setengah meter saja, dan kanan kiri kita adalah jurang yang terjal, kalau tidak konsentrasi dan seimbang bisa jatuh ke dalam jurang. Dan lagi cuaca dingin begitu dekat hingga ke sela-sela jari membuat keputusan harus tetap bergerak agak mendapatkan keringat aagr hangat di seluruh tubuh. Sahabat saya Diko, Lintar dan Catur telah jauh meninggalkan saya dan Dedy dibelakang, tetapi itu tidak menyurutkan kami untuk berhenti dan turun kembali ke palawangan sembalun sebelum menginjakkan kaki kami di puncak 3726 mdpl.
Sahabat saya pun Dedy terus memotivasi dirinya sendiri agar bisa terus melangkah pasti hingga 3726 mdpl. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul lima lewat lima puluh lima menit saya pun berhasil mencapai puncak diketinggian 3726 mdpl. Dengan haru dan sedikit meneteskan air mata, bahwa saya berhasil mencapai dan menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl. Alhamdulillah teriak ku dalam hati begitu bahagianya dan haru duka bisa sejauh ini.
Sahabat-sahabat saya telah lama sampai di Puncak menunggu saya dan dedy tiba, bersama-sama mulai mengambil foto yang sangat bersejarah ini. Tepat pada pukul enam lewat sepuluh kami berlima bersama-sama menuju bendera Indonesia dan Prasasti yang bertulis kan Top/Puncak Rinjani 3726 Mdpl. Kami memasang bendera Organisasi kami yang berwarna kuning yang bertuliskan Keluarga Pelajar Mahasiswa Balikpapan (KPMB) Makassar. Dengan senyum ceria kami mulai mengambil foto bersama.







Di puncak Rinjani memang tempatnya sangat sempit sehingga banyak para pendaki harus bergantian berfoto dengan bendera Indonesia dan prasasti Puncak Rinjani 3726 Mdpl. Para pendaki dari luar negeri begitu banyak memadati puncak ditambah lagi pendaki dari berbagai daerah di Indonesia. Jadi benar-benar ramai dan sesak puncak Rinjani saat itu. Tak lama kemudian kami telah puas mengambil foto-foto dari puncak Rinjani kami pun bergegas turun ke palawangan sembalun. Sebelum kami turun kami juga bertemu dengan pak Asep yang mendampingi Indos*t Adventure juga menyibukkan dirinya mengambil moment-moment indah nan penting hingga sujud syukur ketika berada di puncak Rinjani.

 Suasana di Pucak Rinjani yang sesak dan dipenuhi oleh Pendaki mancanegara dan pendaki Indonesia


Ketika memulai menuruni bukit penyiksaan engkel kaki kiri saya mulai terasa sakit, ketika digerakkan sangatlah perih, jadi saya harus berusaha menahannya dengan menggunakan kaki kanan sebagai tumpuan ketika menuruni bukit penyiksaan yang berpasir bebatuan. Sahabat-sahabat saya Diko, Dedy dan Lintar telah cepat dan jauh didepan meninggalkan saya dan Catur yang memang sepupu saya. Catur memang menjaga saya di belakang agar saya bisa berjalan dengan santai dan aman. Sembari dibelakang dari sahabat-sahabat saya saya dan catur juga mengambil foto-foto yang saya anggap itu mempunyai pesona keindahan dari puncak Rinjani. Begitu mempesonanya danau segara anak dan gunung baru dilindungi oleh awan-awan yang bergantian menutupi puncak gunung baru. Saya benar-benar takjub dan kaget bagaimana awan-awan itu bergantian berjalan dengan sekema berputar mengelilingi gunung baru itu.




Kaki kiri saya semakin perih dan menyiksa ketika berjalan. Seakan ingin selalu berhenti dan duduk sebentar untuk menahan rasa perih di area lutut saya ini. Tetapi kawan-kawan saya telah menunggu di balik batu yang besar untuk bersama-sama berjalan menuruni bukit penyiksaan yang panjang itu. Kami berhenti sejenak dan berfoto bersama dengan background danau segara anak dan gunung baru. Hanya kata Luar Biasa yang dapat kami ucapkan ketika itu.
Saya sampai di palawangan sembalun sekitar pukul sepuluh lewat tiga puluh menit pagi, sahabat-sahabat saya tiba lebih cepat setengah jam dari saya dan catur. Kami pun sarapan dan melepaskan lelah dahulu kemudian bergegas membereskan perlengkapan untuk turun ke desa Sembalun. Awalnya kami berencana untuk turun ke danau segara anak dan mengakhiri perjalanan di desa Senaru. Tetapi persediaan makanan kami tidak cukup dan lagi kondisi kaki kiri saya sudah tidak kuat lagi mengarungi jalur menanjak. Maka kami putuskan untuk turun kembali melewati jalur Sembalun. Karena jalurnya menurun terus sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan waktu banyak. Kami tinggalkan palawangan sembalun pukul sebelas siang, dan rencananya kami makan siang di Pos III sembalun.

 Berpose setelah dari ketinggian 3726 mdpl.


 Mas Tan atau yg sering kami sebut Andika.
Baru menurunin beberapa bukit kaki kiri saya mulai terasa sakitnya, dan kemudian sahabat saya Lintar Alam berinisiatif membantu untuk membawakan tas Carrel yang sama bawa, jadi sahabat saya lintar membawa double carrel yang memang kekuatannya telah kembali dibandingkan semalam. Saya pun berjalan dengan bantuan tongkat disebalah kiri saya dan ditemanai sahabat saya Dedy. Pos III extra kali lewati, kami singgah untuk bercerita dengan porter yang juga sedang istirahat, begitu banyak pengalaman dan suka duka dari para porter yang berbagi pada kami. Mulai dari pendaki yang tesesat hingga berbagi social media dan nomor telepon untuk dipromosikan ketika ada teman atau rekan yang ingin menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl bisa menghubungi porter tersebut.
 Menurunin bukit penyesalan dan menuju desa sembalun.

Sesampainya di Pos III kami menyiapkan makan siang terakhir dari ransum yang kami bawa kemarin. Makanan sisa Pop Mie, Kornet sapi dan mie Laf*nte dan bumbunnya. Air pun mulai habis, tetapi Porter kami dengan semangat mengambil persedian air di bawah bukit Pos III. Kami menyantap bersama dan sedikit bercerita tentang perjalanan kami yang kami tidak sangka bisa melalui berbagai rintangan yang diberikan oleh jalur Rinjani. Tak lama kemudia kami melanjutkan menuju Pos II dimana disana ada warga yang berjualan Mie Siram, Pop Mie bahkan Kopi, teh hangat dan minuman berenergi. Walaupun harganya lumayan tinggi dibandingkan di Kota. Memang itulah keuntungan dari ibu yang berjualan di Pos II. Kami pun singgah untuk mencicipi teh hangat dan sembari mengambil nafas karna kelelahan menuruni bukit penyesalan tadi.
Ternyata sahabat-sahabat saya pun banyak cidera di bagian paha, lutut dan jari kakinya yang lecet karena menuruni bukit penyesalan tadi. Tapi tidak lama lagi kami akan sampai di Pos I dan desa Sembalun. Kami meninggalkan Pos II sekitar pukul empat lewat tiga puluh menit, sore itu memang banyak para pendaki yang memutuskan untuk membuka tenda di Pos II dan Pos III. Karna memang disarankan untuk melewati bukit penyesalan haruslah pagi atau siang hari agar tenaga kembali semangat.
Sepanjang perjalanan tadi tak heran para pendaki dengan wajah yang cerah dan bersemangat untuk menuju puncak rinjani dengan penuh percaya diri. Bahwa saja jalur yang sesungguhnya adalah jalur bukit penyesalan. Kami pun tiba di Pos I, beristirahat sejenak dan mengambil nafas kembali, tetapi cuaca semakin gelap dan lagi Porter kami telah lama menunggu kami di persimpangan agar kami tidak menuju jalur lain dimana biasanya pendaki melewatinya, kami melewati jalur dimanan kami harus ke rumah bapak Juhari yang memang ada jalur terpisah dari jalur biasanya.
Oya Insirator untuk biaya penginapan di desa Sembalun bervariasi mulai dari Rp. 150.000,- sampai Rp. 300.000,- permalam, tetapi di rumah bapak Juhari kami meberikan biaya nginap kami dan makan kepada bpk Juhari sebesar Rp. 250.000,- permalam dengan kamar yang luas dan dua kasur besar beserta satu kamar mandi. Bahkan diberikan Informasi bagaimana cara menaklukkan jalur di Rinjani. Sangat bermanfaat bagi kami.
Alhamdulillah kami sampai di Desa Sembalun, dirumah bapak Juhari tepat pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit, ,malam itu sahabat-sahabat saja begitu sampai bercerita sedikit dengan pak Juhari bagaiaman perjalanan yang kami lalui. Kemudian istri dari bpk Juhari menyiapkan makan malam untuk kami. Sekali lagi sangat sederhana tetapi sangat istimewa bagi kami karena begitu laparnya kami hingga melahap semua makanan yang di sajijkan. Tak begitu lama, sahabat-sahabat saja mandi atau bilas-bilas diri dan cuci muka, kami semua mulai terlelap dalam mimpi kami masing-masing. Sehingga tidak sanggup lagi berbincang dengan tuan rumah, bpk Juhari.
Kami akhiri perjalanan kami Menggapai awan di ketinggian 3726 mdpl di puncak Rinjani dengan suka cita dan Semangat agar menjadi suatu motivasi bagi Inspirator bahwa segala sesuatu yang di awali dengan niat, usaha agar bisa terwujud juga harus disertai Doa dan Semangat.

--- Perjalanan kami menuju Pulau Gili Trawangan ----
Share: